How to Deal With Broken Heart

Nggak tau gimana mengekspresikannya, karena aku sedih dan bahagia di waktu yang sama. FYI, *senyum lebar dulu*, kemarin aku baru patah hati. Dan demi apapun, rasanya ini pertama kali aku ngerasain sakit hati yang bener-bener sakit. Sampe air mata itu tiba-tiba jatuh sendiri. T..T



Singkat cerita, akhirnya aku menyatakan perasaanku ke dia, the guy that i mentioned in the last post. And Taraaaaaaaa, aku ditolak. Setelah semua kedekatan kita selama ini, setelah semua perhatian yang dia kasih, ARRRGGGGHHHH. Alay, padahal cuma aku yang kegeeran kali ya. haha

Aku nggak mau bahas prosesnya, tapi aku mau bahas efeknya pada diri aku. Sakit? Pasti. Tapi di satu sisi aku juga lega, bangeett. Akhirnya jelas, bahwa perhatiannya selama ini tidak berarti apa-apa buat dia, dan aku bisa memutuskan langkah apa yang akan aku ambil setelah ini.

Sebenarnya dia nggak pingin ada yang berubah di antara kita, tetap dekat, saling berhubungan seperti sebelumnya. Ya jelas aku nggak mau, ntar malahan nggak bisa move on. Akhirnya aku tegaskan ke dia untuk nggak hubungi aku kalau nggak urgent. Biarkan aku menata hati dulu. Aku rasa kita tetap bisa berteman kok, tapi yang jelas nggak akan sama seperti dulu.

Bukannya dia yang minta kita berteman saja. dan definisi 'berteman' buat aku bukan jenis hubungan yang kita lalui sebelumnya. Nggak ada teman yang seperti itu.

Lagipula dia bilang ada cewek yang dia suka, dan otomatis nggak ada untungnya meneruskan hubungan yang sama seperti sebelumnya. Cuma akan nyiksa aku.

Dan aku bersyukur bisa dengan gamblang menyatakan keinginanku untuk move on tanpa ada campur tangan dari dia dulu. Kalau dalam bahasa medis, ini pertolongan pertama untuk sakit hati. Menjauhi penyebabnya.

Tapi aku juga nggak bisa maksa dia buat milih aku. Seperti kata sipa, dia punya pilihan, dan sama seperti orang lain nggak bisa memaksakan pilihan mereka ke aku, aku pun juga nggak bisa maksain pilihanku ke dia.

Aku mungkin bakal terpuruk, mencoba deal with my first broken heart. Dan aku juga mengizinkan diriku buat nangis sejadi-jadinya, supaya nggak ada lagi emosi yang tertahan. Tapi aku janji itu hanya untuk sementara. Bagaimanapun aku harus bangkit, karena hidupku bukan hanya tentang dia dan kisah roman picisan ala drama-drama korea yang sering aku tonton.

Ini realita bung, banyak hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Dan akan selalu seperti itu, bahkan justru lebih sedikit yang berjalan sesuai kemauan kita. Ada banyak aspek dalam hidup kita yang harus dipikirkan dan diurusi, tidak melulu tentang cinta-cintaan.

Untungnya dari awal aku udah pasang tembok pertahanan supaya nggak terlalu baper, awalnya emang berhasil, semua berubah ketika aku mulai cerita ke teman-temanku dan keluar statement 'kayaknya dia suka ji sama kamu, nggak mungkin dia begini kalau nggak ada rasa' Preeeeeetttttttttttt. Harusnya aku nggak dengerin itu. Hahaha, tapi bagaimana pun aku bersyukur punya teman-teman yang masih mau mendengarkan curhatanku dan memberikan feedback meski nggak nggak semua make sense. Ada kalanya kita memang harus memilah-milah saran dari orang lain.

Dan setelah berdiam diri di depan komputer kantor setelah membuat laporan yang untungnya nggak ada revisi, aku mendapat ilham. #halah. Pokoknya setelah aku pake logikaku, (yang mungkin selama ini nggak kepake), kayaknya kemarin aku lebay banget deh.

Aku mencoba flashback memori-memori yang udah-udah, mikirin semua moment yang udah lewat. Padahal dari awal aku tulus nolongin dia, bantu dia, karena aku pernah ada di posisi yang sama seperti dia. Sebagai perantauan, jauh dari keluarga dan orang tua, yang mana segala hal jadi lebih sensitif untuk aku. Ada hal yang nggak berjalan sesuai keinginan dikit aja, bawaannya pingin pulang mulu.

Aku ingat betapa seringnya dia ngeluh menyerah dan pingin pulang, kadang pasang story galau-galau, dan waktu itu aku sampe mikir, 'apaan sih ni cowok, lebay banget, baru gitu aja melankolis banget, cupu, dan semua pikiran jelek lainnya tentang dia' haha, tapi kemudian aku maklum, aku juga dulu gitu kok pas merantau. Dan aku sadar, dia butuh teman buat nyemangatin dia, dengan perasaan simpati seperti itu aku terus support dia biar nggak lupa tujuan awalnya.

Kemudian ada hal yang berjalan tidak sesuai ekspektasi, perasaan itu muncul, tentunya karena dianya seperti itu dan analisa-analisa dari teman-teman yang menyatakan bahwa dialah yang ada rasa. Semua itu membuat seolah-olah bantuanku selama ini itu pamrih. Padahal niatnya nggak.

Ayahku selalu mengajarkan, bahwa jangan pernah mengharap balas pada setiap kebaikan kita ke orang lain. Dan kadang kebaikan kecil yang tak berarti apa-apa buat kita, bisa jadi hal besar untuk orang lain. Hal itulah yang awalnya menjadi dasar aku mau bantuin dia. Murni pingin bantuin dia nyari kerja. Empati? Mungkin.

Yang jelas setelah ini, setelah aku bisa benar-benar menata hati dan menganggap tak ada yang spesial di antara kita, aku tetap mau berteman dengannya. Menjaga hubungan baik sebagai teman yang saling support dalam banyak keadaan, toh dia bukan alergen yang harus dihindari.

Dan kejadian ini harus menjadi pelajaran buat aku untuk lebih memperbaiki diri lagi, lebih tulus dan ikhlas dalam membantu, keep pada prinsip, dan jangan terima mentah-mentah semua saran dari orang lain.

Segini saja dulu,
Jangan lupa berbahagia!!!
Lovin you as always :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulzzang Girl List Name Part 2